Kamis, 31 Oktober 2013

JABATAN BUKAN KEKUASAAN

JABATAN  bukan KEKUASAAN
Oleh : Ev. Hermanto Karokaro, MA

Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.
Matius 2:16


Apa yang ada dalam bayangan kita, ketika melihat seorang bayi yang masih lemah dibantai secara brutal oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Sedih, takut, dan marah  adalah sikap yang mungkin mucul dari diri kita.  Kejadian seperti ini bukanlah hayalan belaka tetapi pernah terjadi sekitar 2000 tahun lalu  pada masa awal kelahiran Yesus di tanah palestina, tepatnya di kota Bethlehem dan sekitarnya.  Pembunuhan bayi secara besar-besaran dilakukan oleh tentara-tentara Romawi atas suruhan raja Herodes.  Raja Herodes menjadi marah karena merasa di bohongi oleh orang-orang majus.  Tetapi sesungguhnya bila ditelusuri lebih dalam, raja Herodes menjadi marah dan bersikap brutal karena merasa terancam dengan posisinya sebagai raja yang berkuasa atas kelahiran Yesus sebagai Mesias (yang diurapi).  Atas nama harga diri dan kekuasaan raja Herodes menjadi sangat brutal dan hati nuraninya menjadi padam.

Raja Herodes memang sudah berlau 2000 tahun yang lalu. Tetapi bila kita melihat ke kehidupan masa kini, semangat raja Herodes itu ternyata masih ada. Banyak pemimpin-pemimpin secara sadar atau tidak mengulangi  perbuatan raja Herodes walaupun mungkin dalam bentuk yang berbeda. Tidak jarang demi kekuasaan orang rela melakukan apa saja, bahkan sekalipun harus menghilangkan nyawa orang lain. Terkadang saya tertawa sendiri melihat perilaku-prilaku pemburu kekuasaan yang saling berjuang dipertontonkan oleh media. Dahulu mereka berteman bahkan sangat kompak ibarat surat dan  perangko, tetapi hari ini demi kekuasaan mereka saling menyerang ibarat kucing dan anjing.


Jika seseorang memandang  jabatan hanya  sebagai alat untuk menguasai, maka tidak heran perilakunya akan menjadi liar dan merugikan banyak orang. Situasi organisasi atau Negara yang dia pimpin akan kacau dan sangat mudah terpecah. Sangat disayangkan, jika kasus seperti ini juga terjadi dalam lingkup lembaga atau atau organisasi Kristen.  Karena sesungguhnya Yesus sangat tegas dan lugas menjelaskan arti seorang pemipin memandang jabatan.  Jabatan harus dipandang sebagai sebuah tanggung jawab untuk kepentingan dan kebaikan orang banyak. Bukan alat untuk memuaskan diri sendiri atau kelompok. 

Rabu, 30 Oktober 2013

ANGIN RIBUT DIREDAKAN

ANGIN  RIBUT DIREDAKAN
Oleh: Ev. Hermanto Karokaro, MA

Markus 4:35-41

Pendahuluan
Angin ribut diredakan merupakan sepenggal kisah pelayanan Tuhan Yesus bersama dengan murid-murid. Kisah ini dapat kita baca dalam ketiga kitab Injil, Matius, Markus dan Lukas.  Peristiwa ini terjadi menjelang sore di Danau Galilea ketika Tuhan Yesus dan murid-murid hendak menyeberang ke daerah Gerasa. Dan terjadi sekitar 2000 tahun yang lalu. Walau demikian jika dipelajari  masih sangat relevan dengan konteks sekarang.  Ada beberapa point penting yang sangat memberkati saya secara pribadi ketika membaca dan merunungkan kisah ini. Dengan segala keterbatasan pengetahuan dan bahasa yang  saya miliki, saya mencoba menuliskannya  kepada semua sahabat anak-anak Tuhan dengan harapan semoga menjadi berkat.

Point 1.  
Orang Percaya Yang Setia Tidak Bebas dari Persoalan Hidup
Ayat 37  Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.
Jika boleh memilih maka tidak ada yang mau hidup menderita. Sudah menjadi sifat manusia  selalu menginginkan yang mudah  nyaman dan enak. Seorang psikolog  sigmound frued mengatakan bahwa tujuan hidup manusia itu adalah mengejar kenikmatan. Pemikiran seperti ini  secara sadar atau tidak sudah mempengaruhi  keimanan Kristen.  Teologi kemakmuran misalnya,  menjajikan bahwa orang percaya akan diberkati dan bebas dari penderitaan. Kuasa Tuhan diekplorasi hanya untuk kepentingan dan kenyamanan hidup.  Apa yang terjadi di danau Galilea seperti kutipan ayat  37.  merupakan sebuah fakta bahwa orang yang berjalan bersama Tuhan Yesus juga dizinkan mengalami badai.  Murid-murid sudah menyerahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus, meninggalkan pekerjaan bahkan keluarga demi mengiring Yesus. Dan peristiwa badai yang sangat dahsyat itu terjadi saat mereka sedang bersama Tuhan Yesus dan hendak melanjutkan pelayanan.  Belajar dari kisah murid-murid di danau Galilea dapat sebuah pelajaran bahwa, orang percaya yang setia mengiring Tuhan juga bisa mengalami masalah dalam kehidupannya. Masalah tidak selalu karena dosa atau kutuk, tetapi atas izin Tuhan demi kebaikan.

Point 2.
Singkirkan Khawatir - Takut dengan Iman Percaya.
Ayat 4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"
Murid-murid menjadi khawatir dan takut ketika badai datang adalah wajar, apa lagi badai yang datang saat itu sangat dahsyat sebagaimana di tulis dalam ayat 37. Namun akibat khawatir dan takut,   sikap dan cara pandang mereka terhadap Tuhan Yesus  menjadi tidak wajar. Murid-murid menuduh bahwa Tuhan Yesus tidak peduli dengan mereka. Pertanyaan-nya, benarkah Tuhan Yesus tidak peduli dengan murid-murid ? tentu tidak. Sejak masih di pantai Yesus sudah tahu bahwa akan ada badai di tengah danau dan Tuhan Yesus sudah tahu bahwa badai itu tidak akan mencelakakan murid-murid. Sepertinya Tuhan Yesus ingin mengajar murid-murid bagaiamana  hubunga antara khawatir/takut dengan iman.  Sebasar apa pun badai  persoalan yang sedang menimpa hidup kita. Selama kita memiliki iman maka maka khawatir dan takut akan menyingkir. Namun sebaliknya, walaupun badainya kecil tetapi iman kita tidak ada, maka khawatir/ takut akan menguasai kita. Karena itu jangan izinkan masalah atau persoalan hidup menghasilkan rasa khawatir / takut menguasai kita. Tetapi jika masalah hidup datang bangkitkan iman  sehingga hidup kita menjadi lebih tenang dan kuat. Sebagaimana yang dialami Rasul Paulus walau dalam penjara dan sedang menunggu eksekusi mati namun Rasul Paulus tetap tenang bahkan bersuka cita.

Point 3
Ayat 4:39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali

Jika Tuhan yang bertindak maka semua akan menjadi mungkin. Ayat sebelumnya dikatakan bahwa badai itu sangat dahsyat, tetapi kontras sekali dengan yang terjadi kemudian dalam ayat 39 bagian akhir, danau itu menjadi teduh sekali. Percayalah bahwa dalam Tuhan semua masalah kita pasti ada jalan keluarnya. Mungkin dokter sudah angkat tangan terhadap penyakit yang sedang kita hadapi. Atau ada yang berkata  rumah tangga saya nggak mungkin bisa dipulihkan. Usaha saya nggak mungkin bangkit. Belajar dari kisah Danau Galilea, bahwa dalam Tuhan Yesus segala sesuatu masih mungkin terjadi.

Akhirnya..,
sebagai orang percaya jangan alergi dengan masalah dan jangan cepat menghakimi orang lain karena mereka sedang dalam masalah. Sebaliknya hadapilah masalah, tetapi jangan dengan kekuatan sendiri melainkan dengan kesadaran penuh bawha Tuhan Yesus  ada bersama kit. Dan percayalah Dia sanggup meneduhkan segala badai dalam hidup kita, bahkan memberi kelegaan sekalipun badai itu belum berlalu.

Amin


MEMBANGUN BANGUNAN ALLAH Ev. Hermanto Karokaro 1 Korintus 3:10-23 Dalam renungan sebelumnya kita telah belajar bahwa setiap orang p...